Oleh : Ust. Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc.
Sebuah khurofat yang tersebar di masyarakat, adanya sosok jin yang bernama “Ummu Shibyan”.
Keyakinan ini menyeruak di masyarakat kita melalui media-media, dan ceramah-ceramah yang disampaikan oleh sebagian dai dan muballigh tentang cerita khurofat yang berkaitan dengan Ummu Shibyan yang sangat merusak aqidah masyarakat.
Suatu hari, kami berselancar di dunia maya untuk mencari suatu hajat yang kami butuhkan hari itu. Tiba-tiba kami terantarkan kepada sebuah situs yang membuat sebuah artikel tentang “Ummu Syibyan” ini, di sebuah koran digital nasional.
Si penulis artikel tersebut berkata,
“Apa kerja jin Ummu Sibyan?
Kerja dia tak lain tak bukan ialah mengganggu bayi yang baru dilahirkan dan kanak-kanak (biasanya kurang dari 2 tahun) serta wanita yang mengandung.
Jin Ummu Sibyan memiliki muka yang mengerikan dengan mata yang besar dan berjalan di dinding seperti cicak,Ummu Sibyan juga boleh mengikat rahim wanita serta membunuh bayi yang masih dalam kandungan.
Seperti yang di ceritakan dalam kisah “Jin Ummu Shibyan Dengan Nabi Sulaiman”,jin ini berkata ia bisa memasuki dalam rahim orang perempuan dan mengikat rahimnya serta menyumbat dengan tujuan agar kaum itu tidak mengandung.
Diceritakan juga jin ini masuk ke dalam perut orang perempuan yang hamil, di waktu janin di dalam kandungannya sedang membesar jin ini akan menendanggnya, maka berlakulah keguguran dan jadilah rahimnya kosong semua.”
Para pembaca yang budiman, demikian gambaran jin Ummu Shibyan yang diyakini oleh sebagian masyarakat kita.
Di dalam Islam, memang kita diwajibkan meyakini adanya makhluk gaib yang bernama jin. Namun perlu dipahami bahwa menetapkan nama tertentu dan sifat khusus bagi seorang jin (seperti, adanya Ummu Shibyan –misalnya- beserta sifat-sifatnya tersebut), harus didasari oleh dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shohih, bukan hadits yang dho’if (lemah)!
Kapan saja kita menetapkan sebuah aqidah dan keyakinan tanpa didasari oleh dalil wahyu, maka ketahuilah bahwa apa yang kita yakini, itu adalah khurofat dan kebatilan yang wajib kita ingkari dan tinggalkan, seperti keyakinan adanya UMMU SHIBYAN ini.
Adapun hadits Al-Hasan bin Ali yang menyebutkan Ummu Shibyan, maka hadits ini diriwayatkan oleh Yahya ibnul Ala’ dari Marwan bin Salim dari Tholhah bin Ubaidillah dari Al-Hasan bin Ali, ia berkata, Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ وُلِدَ لَهُ فَأَذَّنَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِيْ أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ
“Barang siapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia mengadzani pada telinga kanannya dan beriqomat pada telinga kirinya, niscaya anak itu tak akan dimudhorotkan (dibahayakan) oleh Ummu Shibyan”. [HR. Abu Ya’la dalam Al-Musnad (6780), Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (390) , Ibnus Sunni dalam Amal Al-Yaum wa Al-Lailah (623), dan lainnya].
Hadits ini dibawakan oleh Al-Haitsami dalam Al-Majma’ (4/59) seraya berkata, “Diriwayatkan oleh Abu Ya’la, di dalamnya terdapat seorang rawi yang bernama Marwan bin Salim Al-Ghifary, sedang ia itu matruk (ditinggalkan karena kedustaannya)”.
Muhaqqiq Musnad Abu Ya’la berkata,
“Isnadnya rusak. Yahya Ibnul Ala’ tertuduh dusta…” [Lihat Takhrij Musnad Abu Ya’la (12/151)]
Ahli Hadits Negeri Syam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy –rahimahullah- berkata,
"قلت: وهذا سند موضوع، يحيى بن العلاء ومروان بن سالم يضعان الحديث. " اهـ من سلسلة الأحاديث الضعيفة والموضوعة وأثرها السيئ في الأمة (1/ 491).
“Aku katakan, (sanad) hadits ini adalah maudhu’ (palsu). Yahya bin Al-Alaa’ dan Marwan bin Salim, keduanya telah memalsukan hadits ini.” [Lihat Adh-Dho’ifah (1/491/ no. 321)]
Kesimpulannya, hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu), karena dua rawinya yang dikenal sebagai pendusta yang suka memalsukan hadits!
Sebuah hadits, jika ia dho’if (lemah), apalagi palsu, maka seorang muslim tidak boleh mengambilnya sebagai dalil dan dasar dalam menetapkan suatu urusan agama, baik dalam perkara akhlak, fikih, ibadah, dan lainnya, apalagi dalam perkara aqidah dan keyakinan! Sangat tidak boleh!!
Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- berkata,
فهذه الأشياء التي يقولها الناس عن أم الصبيان كلها لا أصل لها ولا تعتبر، وإنما هي من خرافات العامة ويزعمون أنها جنية مع الصبيان، وهذا كله لا أصل له، وهكذا ما ينسبون إلى سليمان كله لا أساس له ولا يعتبر ولا يعتمد عليه،
فهذه الأشياء التي يقولها الناس عن أم الصبيان، كلها لا أصل لها ولا تعتبر، وإنما هي من خرافات العامة، يزعمون أنها جنة مع الصبيان، وهذا كله لا أصل له، وهكذا ما ينسبون إلى سليمان، كله لا أساس له ولا يعتبر، ولا يعتمد عليه،
“Perkara-perkara yang dinyatakan oleh manusia ini tentang Ummu Shibyan, semuanya tidak ada dasarnya, dan tidak teranggap. Ia hanyalah khurafat kaum awam, dan mereka (kaum awam) mengklaim dan menyangka bahwa Ummu Shibyan adalah jin wanita yang bersama anak-anak kecil. Semua ini tidak ada dasarnya! Demikian pula halnya cerita yang mereka sandarkan kepada Nabi Sulaiman (tentang perjumpaannya dengan Ummu Shibyan, -pen.), tidak ada dasarnya dan tidak teranggap, serta tidak boleh dijadikan sandaran.” [Lihat Fatawa Nur ala Ad-Darb (1/388/ no 161)]
Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- mengisyaratkan kepada khurofat kedua yang berkaitan dengan Ummu Shibyan, yaitu pertemuannya dengan Nabi Sulaiman dan terjadinya tujuh poin perjanjian antara Nabi Sulaiman dengan Ummu Shibyan, dimana Ummu Shibyan memberikan tujuh janji dan jaminan bagi siapa yang melaksanakan isi dari perjanjian itu.
Jelas di dalam isi perjanjian itu terdapat penyelisihan aqidah dan iman yang diajarkan oleh Nabi –alaihish sholatu was salam-.
Kisah pertemuan Nabi Sulaiman dengan Ummu Shibyan adalah kisah palsu dan riwayat yang tidak diketahui asal-usulnya dalam kitab-kitab hadits! Riwayat yang demikian keadaannya bukan hujjah dalam agama!
Di dalam perjanjian batil itu terdapat pengajaran untuk menggunakan jimat. Padahal Nabi –alaihish sholatu was salam- melarang umatnya dari menggunakan jimat, baik pada badan, rumah, kendaraan atau yang lainnya.