*Persiapan
Diri Peruqyah, Persiapan yang Diruqyah dan Persiapan Lingkungan Tempat Ruqyah*
*Persiapan
diri peruqyah:*
Terus
membekali diri dg referensi yang cukup tentang Pengobatan, Ruqyah, Jin dan
Tazkiyah Nafs (pensucian Jiwa)
Banyak
istighfar, do’a perlindungan & taqorrub kepada Allah swt
Doa-doa dan
dzikir-dzikir perlindungan perlu dilakukan juga oleh keluarga
Upayakan
selalu dalam keadaan berwudhu’
Sebaiknya
taqorrub dengan amal-amal sholih dan isti’anah (memohon pertolongan) kepada
ALLAH swt sebelum memulai peruqyahan
Tawakkal,
menyerahkan hasil sepenuhnya kepada Allah swt
*Persiapan
yang diruqyah:*
Musnahkan /
tutup pintu-pintu masuk Syaithan/jin. Misalnya:
Benda-benda
kemusyrikan, (Jimat, ‘penangkal’, penglaris, pusaka-pusaka).
Ilmu tenaga
dalam (berikut atribut/panji-panjinya),
jiwa yang
penakut, pemarah, sering sedih, terlalu senang canda (sering tertawa-tawa),
gambar-gambar
bernyawa dan patung,
lambang-lambang
kekufuran,
dzikir-dzikir/wirid-wirid/sholawat-sholawat
yang tidak diajarkan Nabi.
*Benda-benda
tersebut dibakar:*
bacakan ayat
kursi,
dibakar,
dirusak atau dibuang ke tempat yang tidak dijangkau orang (sehingga tidak
ditemukan lagi)
Bila belum
sempat dilakukan, maka harus sudah ada sikap penolakkan dan siap memusnahkan.
Bila
merokok, niatkan berhenti dari merokok (setelah diruqyah biasanya sudah tidak
“nikmat” lagi cita rasa rokoknya).
Berwudhu
sebaik-baiknya
Tertutup
auratnya.
Hendaknya
seorang wanita bersama mahramnya jika yang meruqyah laki-laki.
*Persiapan
lingkungan tempat meruqyah :*
Bersih dari
benda-benda kemusyrikan, gambar, patung, alat-alat musik dan lambang-lambang
kekufuran atau kemaksiatan. Termasuk yang ada pada perlengkapan rumah: meja,
kursi, perhiasan dan sebagainya.
Bila rumah
tersebut ada benda-benda kemusyrikan atau hal-hal yang harus dimusnahkan atau
banyak tikus/ular maka lakukan peruqyahan untuk rumah tersebut terlebih dahulu
cara:
-
Bacakan ruqyah di air dalam jumlah yang cukup banyak,
-
Cipratkan/semprotkan ke sarang-sarang tikus/ular,
-
Semua sudut rumah kecuali kamar mandi/wc.
*TATA CARA RUQYAH YANG BENAR*
Ruqyah bukan pengobatan alternatif.
Justru seharusnya menjadi pilihan pertama pengobatan tatkala seorang muslim
tertimpa penyakit. Sebagai sarana penyembuhan, ruqyah tidak boleh diremehkan
keberadaannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah mengatakan: “Sesungguhnya meruqyah termasuk amalan yang utama.
Meruqyah termasuk kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Para nabi dan
orang shalih senantiasa menangkis setan-setan dari anak Adam dengan apa yang
diperintahkan Allah dan RasulNya”. [1]
Karena demikian pentingnya
penyembuhan dengan ruqyah ini, maka setiap kaum Muslimin semestinya mengetahui
tata cara yang benar, agar saat melakukan ruqyah tidak menyimpang dari kaidah
syar’i.
Tata cara meruqyah adalah sebagai
berikut:
1. Keyakinan bahwa kesembuhan datang
hanya dari Allah.
2. Ruqyah harus dengan Al Qur’an,
hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa Arab atau bahasa yang dapat
dipahami.
3. Mengikhlaskan niat dan
menghadapkan diri kepada Allah saat membaca dan berdoa.
4. Membaca Surat Al Fatihah dan
meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca surat Al Falaq, An Naas,
Al Ikhlash, Al Kafirun. Dan seluruh Al Qur’an, pada dasarnya dapat digunakan
untuk meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan dalil-dalilnya, tentu
akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati makna yang terkandung
dalam bacaan Al Qur’an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang meruqyah hendaknya
memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al Qur’an maupun
doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Supaya penderita belajar dan
merasa nyaman bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup pada tubuh orang yang
sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah. Masalah ini, menurut Syaikh Al
Utsaimin mengandung kelonggaran. Caranya, dengan tiupan yang lembut tanpa
keluar air ludah. ‘Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab: “Seperti tiupan orang yang makan
kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim, kitab As Salam,
14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air ludah sebagaimana
dijelaskan dalam hadits ‘Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia meruqyah
seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka aku membacakan Al Fatihah padanya
selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya, aku
kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah-olah lepas dari sebuah
ikatan”. [HR Abu Dawud, 4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani, 17/184].
8. Jika meniupkan ke dalam media
yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk media yang paling baik
ditiup adalah minyak zaitun. Disebutkan dalam hadits Malik bin Rabi’ah, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُوْا الزَيْتَ وَ ادَّهِنُوا بِهِ
فَإنَهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَة
“Makanlah minyak zaitun , dan olesi
tubuh dengannya. Sebab ia berasal dari tumbuhan yang penuh berkah”.[2]
9. Mengusap orang yang sakit dengan
tangan kanan. Ini berdasarkan hadits ‘Aisyah, ia berkata: “Rasulullah, tatkala
dihadapkan pada seseorang yang mengeluh kesakitan, Beliau mengusapnya dengan
tangan kanan…”. [HR Muslim, Syarah An Nawawi (14/180].
Imam An Nawawi berkata: “Dalam
hadits ini terdapat anjuran untuk mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan
dan mendoakannya. Banyak riwayat yang shahih tentang itu yang telah aku himpun
dalam kitab Al Adzkar”. Dan menurut Syaikh Al ‘Utsaimin berkata, tindakan yang
dilakukan sebagian orang saat meruqyah dengan memegangi telapak tangan orang
yang sakit atau anggota tubuh tertentu untuk dibacakan kepadanya, (maka) tidak
ada dasarnya sama sekali.
10. Bagi orang yang meruqyah diri
sendiri, letakkan tangan di tempat yang dikeluhkan seraya mengatakan بِسْمِ
الله (Bismillah, 3 kali).
أعُوذُ بِالله وَ قُدْرَتِهِ مِنْ شَر
مَا أجِدُ وَ أحَاذِرُ
“Aku berlindung kepada Allah dan
kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dan aku takuti”.[3]
Dalam riwayat lain disebutkan “Dalam
setiap usapan”. Doa tersebut diulangi sampai tujuh kali.
Atau membaca :
Atau membaca :
بِسْمِ الله أعُوذُ بِعزَِّةِ الله وَ
قُدْرَتِهِ مِنْ شَر مَا أجِدُ مِنْ وَجْعِيْ هَذَا
“Aku berlindung kepada keperkasaan
Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dari rasa sakitku
ini”.[4]
Apabila rasa sakit terdapat di
seluruh tubuh, caranya dengan meniup dua telapak tangan dan mengusapkan ke
wajah si sakit dengan keduanya.[5]
11. Bila penyakit terdapat di salah
satu bagian tubuh, kepala, kaki atau tangan misalnya, maka dibacakan pada
tempat tersebut. Disebutkan dalam hadits Muhammad bin Hathib Al Jumahi dari
ibunya, Ummu Jamil binti Al Jalal, ia berkata: Aku datang bersamamu dari
Habasyah. Tatkala engkau telah sampai di Madinah semalam atau dua malam, aku
hendak memasak untukmu, tetapi kayu bakar habis. Aku pun keluar untuk
mencarinya. Kemudian bejana tersentuh tanganku dan berguling menimpa lenganmu.
Maka aku membawamu ke hadapan Nabi. Aku berkata: “Kupertaruhkan engkau dengan
ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, ini Muhammad bin Hathib”. Beliau meludah di
mulutmu dan mengusap kepalamu serta mendoakanmu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam masih meludahi kedua tanganmu seraya membaca doa:
أَذْهِبْ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ
وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ
سَقَمًا
“Hilangkan penyakit ini wahai
Penguasa manusia. Sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan
kecuali penyembuhanMu, obat yang tidak meninggalkan penyakit”[6].
Dia (Ummu Jamil) berkata: “Tidaklah
aku berdiri bersamamu dari sisi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali
tanganmu telah sembuh”.
12. Apabila penyakit berada di
sekujur badan, atau lokasinya tidak jelas, seperti gila, dada sempit atau
keluhan pada mata, maka cara mengobatinya dengan membacakan ruqyah di hadapan
penderita. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘laihi wa
sallam meruqyah orang yang mengeluhkan rasa sakit. Disebutkan dalam riwayat
Ibnu Majah, dari Ubay bin K’ab , ia berkata: “Dia bergegas untuk membawanya dan
mendudukkannya di hadapan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salla,m . Maka aku
mendengar Beliau membentenginya (ta’widz) dengan surat Al Fatihah”.[7]
Apakah ruqyah hanya berlaku untuk
penyakit-penyakit yang disebutkan dalam nash atau penyakit secara umum? Dalam
hadits-hadits yang membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang disinggung adalah
pengaruh mata yang jahat (‘ain), penyebaran bisa racun (humah) dan penyakit
namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini, Imam An Nawawi berkata dalam
Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya, ruqyah bukan berarti hanya dibolehkan pada
tiga penyakit tersebut. Namun maksudnya bahwa Beliau ditanya tentang tiga hal
itu, dan Beliau membolehkannya. Andai ditanya tentang yang lain, maka akan
mengizinkannya pula. Sebab Beliau sudah memberi isyarat buat selain mereka, dan
Beliau pun pernah meruqyah untuk selain tiga keluhan tadi”. (Shahih Muslim,
14/185, kitab As Salam, bab Istihbab Ar Ruqyah Minal ‘Ain Wan Namlah).
Demikian sekilas cara ruqyah. Mudah-mudahan bermanfaat. (Red).
Demikian sekilas cara ruqyah. Mudah-mudahan bermanfaat. (Red).
Maraji` :
1. Risalatun Fi Ahkami Ar Ruqa Wa At Tamaim Wa Shifatu Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abu Mu’adz Muhammad bin Ibrahim. Dikoreksi Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Jibrin.
2. Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abdullah bin Muhammad As Sadhan, Pengantar Syaikh Abdullah Al Mani’, Dr Abdullah Jibrin, Dr. Nashir Al ‘Aql dan Dr. Muhammad Al Khumayyis, Cet X, Rabi’ul Akhir, Tahun 1426H.
1. Risalatun Fi Ahkami Ar Ruqa Wa At Tamaim Wa Shifatu Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abu Mu’adz Muhammad bin Ibrahim. Dikoreksi Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Jibrin.
2. Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, karya Abdullah bin Muhammad As Sadhan, Pengantar Syaikh Abdullah Al Mani’, Dr Abdullah Jibrin, Dr. Nashir Al ‘Aql dan Dr. Muhammad Al Khumayyis, Cet X, Rabi’ul Akhir, Tahun 1426H.
[Disalin dari majalah As-Sunnah
Edisi 06//Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta,
Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Dinukil dari Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, hlm. 41.
[2]. Hadits hasan, Shahihul Jami’ (2/4498).
[3]. HR Muslim, kitab As Salam (14/189).
[4]. Shahihul Jami’, no. 346.
[5]. Fathul Bari (21/323). Cara ini dikatakan oleh Az Zuhri merupakan cara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meniup.
[6]. Al Fathu Ar Rabbani (17/182) dan Mawaridu Azh Zham-an, no. 1415-1416.
[7]. Al Fathu Ar Rabbani (17/183).
[8]. Namlah adalah luka-luka yang menjalar di sisi badan dan anggota tubuh lainnya
_______
Footnote
[1]. Dinukil dari Kaifa Tu’aliju Maridhaka Bi Ar Ruqyah Asy Syar’iyyah, hlm. 41.
[2]. Hadits hasan, Shahihul Jami’ (2/4498).
[3]. HR Muslim, kitab As Salam (14/189).
[4]. Shahihul Jami’, no. 346.
[5]. Fathul Bari (21/323). Cara ini dikatakan oleh Az Zuhri merupakan cara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meniup.
[6]. Al Fathu Ar Rabbani (17/182) dan Mawaridu Azh Zham-an, no. 1415-1416.
[7]. Al Fathu Ar Rabbani (17/183).
[8]. Namlah adalah luka-luka yang menjalar di sisi badan dan anggota tubuh lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar